Kincir angin dalam perjalanan Thailys Train Amsterdam-Paris/Foto-foto by Lintang |
BERWISATA ke Paris lewat Amsterdam. Amboiii...14 jam dilalui dalam pesawat, satu jam transit di Dubai. Setiba di Scipool, bandar udara Amsterdam, perjalanan dilanjutkan menggunakan Thalys Train ke Paris.
Enam jam perjalanan di dalam kereta yang dilengkapi free wifi tidak begitu terasa. Di beberapa tempat kereta berhenti, mengangkut dan menurunkan penumpang, termasuk di Belgia, negara keempat yang masuk dalam daftar perjalanan kami Jakarta-Paris.
Setiba di Paris, kami habiskan sore di sepanjang Sungai Seine. Keesokan harinya, perjalanan melelahkan tapi menyenangkan pun dimulai, bersama rombongan Garuda Indonesia yang akan melakukan penjemputan pesawat baru model Airbus A330-200.
Menara Eiffel
Di kaki Eiffel |
Di siang hari, Paris lumayan riuh. Utamanya di objek-objek wisata yang menjadi daftar wajib kunjung wisatawan, seperti Menara Eiffel dan Museum Lovre tempat lukisan terkenal karya Leonardo Da vinci, Senyum Monalisa bersemayam.
Menara Eiffel riuh rendah. Ratusan orang berdesakan, saling foto, menonton pertunjukan breakdance, mencoba menawar suvenir, sampai antrean mengular untuk menaiki menara. Wisatawan hanya diperkenankan naik di dua lantai Eiffel. Kemiringan bangunan yang kian doyong jadi pertimbangan utama. Setelah melewati sekitar 10 menit, akhirnya, tiba juga giliran menjejali lift menuju lantai satu dan dua.
Paris dari atas Menara Eiffel |
Dari atas Eiffel,. hamparan Paris terlihat jelas. Bangunan, bangunan tinggi, bersanding dengan Sugai Seine, jembatan cantik dan deretan cruise berjajar rapi.
Sayang, pemandu wisata kami, Denise Pecastain, hanya memberi waktu duapuluh menit. Jadi, kami harus segera turun. Di halaman Eiffel beberapa anggota rombongan masih sempat menawar gantungan kunci berbentuk menara Eifel. Dari satu euro untuk satu gantungan kunci, menjadi 7 gantungan seharga satu euro. Salim, salah satu penjual imigran cukup lancar menyebutkan angka 1-7, kata murah, dan terimakasih.
Notre Dame
Notre Dame |
Berpose di gembok cinta |
Sungai samping Notre Dame |
Perjalanan dilanjutkan ke Notre dame, gereja dengan bangunan sangat indah. Lagi-lagi hanya 20 menit untuk menelusuri tempat seluas itu. Sebelum pintu masuk Notre Dame, terdapat sebuah jembatan berpagar besi yang dipenuhi kunci gembok.
Menurut Dennise, gembok itu perlambang kekuatan cinta dan persatuan sepasang muda-mudi. Jadi, setiap pasangan bisa mengikuti tradisi memasang satu gembok bertuliskan nama mereka. Romantiss nian ide orang-orang Prancis. :D
Museum Louvre
Kubah Lovre |
Dari Notre Dame perjalanan berlanjut ke Museum Louvre. Bangunannya indah, bangunan tua bersanding dengan bangunan modern berbentuk kubah. Di tempat ini ribuan wisatawan berkeliaran. Luar biasa padat, apalagi di bagian dalam. Saking padatnya, untuk ke kamar kecil -- utamanya perempuan -- harus mengantre lebih dari 10 menit.
Di Louvre, lagi-lagi Denisse hanya memberi waktu sangat sedikit. Seorang teman mengeluh karena rencana membeli duplikat lukisan Senyum Monalisa tak bisa terwujud.
Halaman depam Museum Louvre |
Datang bersama rombongan tur, benar-benar tidak memungkinkan mengeksplore satu tempat sampai tuntas. Semuanya serba tergesa-gesa karena acara dipadatkan supaya bisa mendatangi banyak tempat...fuiiih...
Jadi, rencana untuk menelusuri jejak cerita dalam novel populer Da Vinci Code pun gagal. Rencana menikmati banyak hal gagal dwujudkan. Dan sore ketika harus kembali ke hotel, kepadatan Paris masih juga terasa. Jalanan macet, meski tidak separah Jakarta...:D