Belajar dari Kuala Lumpur

Semua kita punya, sayang tidak terkelola dengan baik. Kenyamanan transportasi jadi kendala utama...

Penghambaan dan Megalitikum

Hatiku tergetar setiap kali mengenang Sumba Barat, kabupaten di NTT yang kaya budaya dan masih kuat mempertahankan adat...

Dari Karimun Jawa sampai Lawang Sewu

Berenang dengan ikan hiu? Karimun Jawa tempatnya. Datangi juga Lawang Sewu, gedung tua yang terbengkalai, tapi jadi tempat eksperimen foto yang menakjubkan...

Berpetualang di Tanjung Puting

Bisa menyusuri sungai, melihat buaya, kera ekor panjang, kunang-kunang dan tingkah polah orang utan, rasanya memang layak diperjuangkan...

Taman Kekuasaan dan Cinta

 INI tempat raja memilih selir, menyaksikan tarian dan memandangi daerah kekuasaannya dari puncak Pulau Kenanga.
Berwisata ke kompleks keraton? uuuh jangan-jangan membosankan. Barangkali itu yang pertamakali mampir di benak banyak wisatawan, khususnya dari dalam negeri. Jangan berprasangka dulu sebelum melihat.
Coba tengok Taman Sari, tempat mandi para selir Sultan Yogyakarta. Pemandangan dan cerita di balik semua itu akan membangkitkan sesuatu di dalam hati Anda. Teman saya bilang, itu bagian dari romantisme. Ada lagi yang mengatakan, cerita yang disampaikan akan mengusik semangat persamaan gender.
Mana yang benar, sangat tergantung pada pribadi masing-masing. Yang jelas, Taman Sari akan membangkitkan beragam perasaan. Mungkin kagum, heran, hormat, gemas, atau entah apa lagi yang bisa muncul.

 

Gapura Agung

                                                      foto: community.go-iti.web.id
 
Pintu masuk Taman Sari melewati perumahan penduduk yang merupakan abdi dalem keraton Yogtakarta. Anda akan disambut pemandu wisata, dibawa ke tempat penjualan tiket, sebelum akhirnya mengelilingi kompleks Taman Sari yang dulu luasnya mencapai 15 hektare, dan kini menurut data menyusut menjadi sekitar 12,6 hektare.
Siang di penghujung Mei, matahari luar biasa terik. Setelah membereskan urusan administrasi, saya mengikuti Andi, satu dari 30 guide yang bertugas di Taman Sari. “Ini gapura panggung,” jelasnya sambil menunjuk gapura besar dan tinggi yang bisa dicapai dengan menapaki sejumlah anak tangga.
Lalu dia berucap, “Komplek Taman sari dibangun pada 1958 oleh arsitek berkebangsaan Portugis. Pada 2004, sudah direnovasi dengan bantuan dana dari Portugis,” ujarnya.
Kemudian dia menunjuk ukiran di gapura yang mengandung simbol awal pembuatan Taman Sari. Tahun 1765 penanggalan Jawa dan 1758 hitungan masehi.
Perjalanan dilanjutkan menuju panggung gapura, dimana di bawahnya terhampar empat bangunan plus pelataran yang menurut Andi menjadi tempat pagelaran tari. “Biasanya setelah mandi bersama selir, sultan menonton tarian dari atas gapura ini. Empat bangunan itu disebut gedung sekawan, tempat gamelan dimainkan,” kisahnya.
Beberapa saat kemudian, kami sampai di rumah sekawan. Tak banyak cakap, tiba-tiba Andi bertepuk tangan. “Anda dengar sendiri, gemanya sangat nyaring. Sengaja didesain demikian agar suara gamelan kian merdu,” katanya.


Pemandian

                                                  Foto:inablog.co.cc

Dari situ, kami berjalan menuju pemandian para selir. Elok dan memang memberi kesan romantis. Memasuki areal, terpampang tiga kolam berhias payung yang melambangkan pengayoman raja pada para penghuni keraton.
Ada tiga kolam. Pertama untuk putra-putri raja, kedua para selir, ketiga untuk raja dan selir yang saat itu terpilih. Di setiap sudut pemandian ada bangunan kotak cukup besar yang dikhususkan untuk membakar wewangian. Dalam istilah sekarang disebut aromaterapi.
Pemilihan selir menurut Andi, dilakukan dengan cara melempar bunga dari atas menara yang memisahkan dua kolah pertama dan kolam pribadi sultan. Selir yang memperoleh bunga berarti mendapat giliran menemani raja. “Cara ini dilakukan untuk keadilan dan menghindari kecemburuan. Para selir biasanya diambil dari abdi dalam, untuk mengangkat derajat mereka menjadi bangsawan.”
Selir yang terpilih diajak masuk ke pemandian pribadi yang dilengkapi dengan ruang ganti sendiri, pun satu ranjang besar yang unik. Di bawah ranjang bisa dibuatkan penghangat dengan menambah bara saat udara dingin. Jika tidak, bisa digunakan untuk menguarkan wewangian.
Setelah selesai ritual di pemandian, raja akan berjalan ke Gapura Agung menyaksikan tari-tarian. Kemudian dilanjutkan ke Pulau Kenanga untuk melihat daerah kekuasaannya dari puncak tertinggi.
Sebagai tambahan informasi, Taman Sari digunakan saat kekuasaan Sultan Hamengkubuwono I dan II. pada saat itu, raja Jawa memiliki banyak selir, hingga mencapai puluhan.
Fungsi Taman Sari agak terbengkalai setelah terjadi gempa bumi pada 1812. Saat itu sebagian bangunan hancur, ditambah lagi kerusakan saat bertempur melawan Inggris.
Bencana alam yang terjadi membuat Sultan mengambil kebijakan menjadikan sebagian lokasi sebagai tempat pengungsian warga yang sebelumnya tinggal di lereng Gunung Merapi. Mereka diberi hak pakai tanah, dan kemudian berkembang menjadi abdi dalam.
Saya pribadi, terpesona dengan segenap penjelasan mengenai Taman Sari. Selama ini pengetahuan saya hanya sebatas tempat mandi para selir. Namun dibalik itu, tersimpan banyak kisah. Gapura Agung dan pemandian selir hanya sebagian dari sekian banyak jejak yang menggambarkan bagaimana kekuasaan dan kisah cinta Raja Jogjakarta di masa itu.

Gema Indah di Bangunan Tua

  


PERJALANAN mengelilingi Taman Sari, Yogyakarta, tak cukup hanya satu jam. Dari pemandian, Anda akan diajak menyusuri lorong perkampungan menuju masjid bawah tanah yang tak lagi digunakan.
Saat menuruni tangga menuju masjid, terik matahari langsung berganti dengan aliran udara sejuk. Arsitektur bangunan sangat memperhitungkan ventilasi hingga udara di ruang bawah tanah terasa dingin namun tidak lembab dan bau. Lagi-lagi saya mendengar gema saat orang berbicara atau bertepuk tangan. Terbayang keindahan saat suara azan dikumandangkan di ruangan ini.
Arsitekturnya tergolong unik. Bentuknya bundar dan terdiri dari dua lantai. Jemaah perempuan melingkar dengan iman sendiri yang posisinya menjorok ke dalam bangunan. Demikian juga tempat untuk laki-laki.
Di tengah lingkaran terdapat kolam tempat untuk mengambil air wudhu. bentuknya bulat, lebih rendah dari lantai pertama, dikeliling lima tangga, tantara lain langsung menuju lantai dua. “Lima tangga itu melambangkan lima rukun Islam,” jelas Andi pemandu wisata yang tak bosan memberi penjelasan.
Kemudian, dia membawa saya ke satu tempat yang tertutup bata telanjang. Ini, jelasnya, tadinya merupakan lorong yang kabarnya bisa menembus pemandian Taman sari dan bagian dalam keraton. Tapi ada juga yang mengatakan, lorong ini bisa langsung membawa ke pantai selatan, saat Sri Sultan bertemu dengan Nyi Roro Kidul.
“Tapi saya rasa itu hanya mitos. Meski demikian, kenyataannya tidak ada warga yang tahu ke arah mana lorong ini berakhir. Tidak ada yang berani mencoba sampai akhirnya ditutup,” papar Andi.

                                                                Pulau Kenanga


Dari bangunan masjid, kami berjalan kaki lagi menuju Pulau Kenanga. Disebut demikian karena bangunan kokoh yang sebagian besar sudah runtuh ini, tadinya dikelilingi air. Secara keseluruhan, dulunya lokasi ini disebut Istana Air.
Lagi, tempat ini mempesona saya. Reruntuhannya meninggalkan kesan tersendiri. Naik menuju bagian teratas, saya menyaksikan kekokohan tembok bangunan yang tebalnya mencapai satu meter.
Bangunan ini menurut Andi, dulunya digunakan untuk menginap para tamu. Sisi lain menjadi tempat para abdi dalam yang membuat batik untuk keraton. Saat masih berfungsi, usai menyaksikan tarian biasanya Sri Sultan berperahu menuju Pulau Kenanga, menyaksikan Yogyakarta dari ketinggian.
Berperahu? Demikian adanya. Pada zaman dulu bangunan ini dikelilingi air yang dialirkan dari Kali Code dan dibuang menuju Kali Winongo. Ketinggian air tidak seberapa, hanya setengah meter. Sengaja dibuat antara lain sebagai salah satu wujud pertahanan dari serangan musuh.
Reruntuhan bangunan ini benar-benar memesona. Tidak mengherankan jika banyak wisatawan yang datang. Pun muda-mudi yang sekadar ingin menikmati pemandangan dan berfoto ria. Saat saya datang, ada sekelompok orang yang sedang mengerjakan pekerjaan kreatif. Mereka tengah menyusun perlengkapan foto profesional.
Di benteng itu petualangan saya berakhir. Pandangan saya tentang wisata sejarah dan bangunan di Yogyakarta berubah total. Saat pulang ke Jakarta, sebagian pikiran saya tertinggal di Taman Sari.

Leave a Reply