Belajar dari Kuala Lumpur

Semua kita punya, sayang tidak terkelola dengan baik. Kenyamanan transportasi jadi kendala utama...

Penghambaan dan Megalitikum

Hatiku tergetar setiap kali mengenang Sumba Barat, kabupaten di NTT yang kaya budaya dan masih kuat mempertahankan adat...

Dari Karimun Jawa sampai Lawang Sewu

Berenang dengan ikan hiu? Karimun Jawa tempatnya. Datangi juga Lawang Sewu, gedung tua yang terbengkalai, tapi jadi tempat eksperimen foto yang menakjubkan...

Berpetualang di Tanjung Puting

Bisa menyusuri sungai, melihat buaya, kera ekor panjang, kunang-kunang dan tingkah polah orang utan, rasanya memang layak diperjuangkan...

Kota Sejuta Lilin



LARANTUKA adalah kota sejuta lilin, kota doa yang tak pernah henti
didaraskan.
Malam Jumat Agung (10/4), ratapan yang menggambarkan kepedihan Maria
karena harus menyaksikan penderitaan Yesus anaknya sebelum dan saat
disalib berkumandang dalam hening.
Keheningan hanya ditemani gumaman doa dan jutaan pendar lilin dari ribuan
masyarakat setempat dan peziarah. Lilin juga berpendar di jalan sepanjang
2 km yang dilalui prosesi. Pun di depan rumah-rumah penduduk.
“Pandang dan lihatlah, apakah ada kedukaan seperti kedukaanku?” begitu
kira-kira sebagian bunyi dari ratapan Ovos Omnes yang mewakili kedukaan
Maria, Bunda Yesus.




Maka, malam itu suara jernih perempuan pembawa ratapan, memantul di
bukit-bukit yang ada di seberang pantai. Terasa magis, saat gema suara
seakan berpindah tempat dari kiri, tengah dan kanan pebukitan.
Ribuan orang berarak hingga mencapai panjang 1,5 km. Menyemut di antara
arakan peti Tuan Anna (Yesus) dan patung Tuan Ma (Bunda Maria). Hampir
seluruh peserta doa menggunakan baju hitam sebagai tanda berkabung atas
kematian Yesus.
Prosesi Jumat Agung atau Sesta Vera merupakan puncak dari rangkaian

perayaan Semana Santa (pekan suci) Paskah. Pagi sebelum puncak acara,
arak-arakan Tuan Menino (bayi Yesus) dilakukan lewat laut. Menggunakan
perahu dayung kecil, diikuti perahu-perahu lain. Jauh di samping dan
belakangnya, masyarakat mengantar menggunakan perahu motor. Pol Air dan
Tim SAR pun bersiaga karena derasnya arus laut yang disebut penduduk
setempat sebagai arus balik.
Di jalanan, masyarakat berjubel mengikuti perahu dari pinggiran pantai
hingga tempat perhentian di antara Kapela (kapel) Tuan Ma dan Tuan Anna.
Siang itu juga dilanjutkan dengan arakan Tuan Ma dan Tuan Anna menuju
Katedral. Dari titik inilah prosesi Sesta Vera dengan jutaan lilin
dimulai. Berangkat pukul 19.00 WIT, selesai pukul 01.00 WIT.
Rabu sebelumnya, masyarakat mengikuti prosesi Rabu Trewa. Tepat pukul
19.00, usai pelantunan doa dalam bahasa Portugis Kuno, para pemuda dan
anak-anak menabuhkan bebunyian yang berasal dari seretan dan pukulan seng.
Menjadi pertanda kegelisahaan menjelang kematian Yesus.
Kamis pagi, Kapela Tuan Ma dan Tuan Anna dibuka untuk umum. Masyarakat dan
peziarah rela antre berjam-jam untuk berdoa, berjalan dengan lutut,
mendekati dan mencium Tuan Ma dan Tuan Anna. Pada saat itu puji syukur tak
henti didaraskan, hingga keesokan harinya.
Semana Santa merupakan tradisi tua warisan Portugal yang sudah berusia
lebih dari 400 tahun. Di negara asalnya, tradisi ini sudah punah.
Ketekunan dan kekuatan doa yang dilantunkan di Larantuka menunjukkan
betapa besarnya pengharapan yang dimiliki masyarakat dan
para peziarah. Terkadang, kata-kata tak lagi cukup untuk melukiskan jiwa
dari kekuatan sebuah pengharapan. (Paskah 2009)

foto: www.culturandalucia.comn dan Media Indonesia

Leave a Reply